Ada Apa dengan Xenia

Ada Apa dengan Xenia

Xenia dan Avanza mendapat posisi terhormat di belantika pasar otomotif tanah air. Penampilannya menggoda, membuat orang terkadang terlena dengan beberapa kelemahan bawaannya.

PRESTASI penjualan produk terbaru dari Daihatsu ini sungguh mencengangkan. Sampai akhir bulan ini, daftar indent yang tercatat di seluruh diler pabrikan asal Jepang ini sudah mencapai dua 23 ribu unit. Sementara realisasi penjualan yang telah sampai ke tangan pelanggan sekitar sepuluh ribu unit. Kalau saat ini ingin membeli mobil berpenunpang tujuh orang ini, harus rela antri hingga akhir tahun. Dipercepat juga bisa, asal rela membayar lebih. Biasanya para sales akan meminta tambahan sekitar Rp3 juta dari harga bandrol pabrik yang saat ini harga resminya Rp69,7 juta (untuk tipe Mi) , Rp78,5 juta (tipe Li) dan Rp89juta untuk tipe Xi.

Xenia bagi PT Astra Daihatsu Motor (ADM), agen tunggal pemegang merek (ATPM) Daihatsu, boleh diibaratkan sebagai darah baru dalam portfolio bisnisnya. Selama ini, hampir semua model yang pernah dilansir belum pernah seboming minibus super ini. Bahkan sedan mungil Ceria yang dipasarkan sebelumnya nyaris gagal. Sementara Taruna yang mulai dipasarkan awal tahun 2000-an, terjual biasa-biasa saja. Lantas, ada apa dengan Xenia?

Dedi Irwankusumah, manager promosi ADM menjelaskan bahwa, tingginya minat masyarakat untuk memiliki Xenia lantaran produk gres ini memang memiliki value for money yang sangat mengagumkan. “Dengan mengeluarkan uang enam puluh jutaan, mimpi untuk memiliki mobil baru sudah dapat diwujudkan. Tentu tak sekedar baru, mobil ini juga telah dibekali dengan segudang fasilitas yang jamak digendong mobil penumpang papan atas. Ada AC, power window, jok reclining, juga mesin DOHC dengan sistem pemasok bahan bakar EFI (Electronic Fuel Injection, red.). Mau jalan kota-kota tak masalah, naik ke gunung pun oke-oke saja,” bangga Dedi .

Awalnya memang banyak sekali orang yang menyangsikan kinerja mesin EJ-DE DOHC yang disandang mobil yang kesohor berharga enam puluh jutaan ini. “Sebelumnya saya memang ragu. Dengan mesin 1.000 cc, ditambah beban AC, pasti mobil ini bakal lelet berlari. Tetapi setelah saya coba, ternyata dugaan saya itu salah besar. Akselerasinya lumayan cepat, nyaris setara dengan mobil dengan mesin 1.500cc. Selain itu, kemampuan AC-nya juga bagus. Di jalan macet, menanjak, dinginnya tetap stabil,” kata Seno Setyawantoro, salah seorang eksekutif muda usai menjajal Xenia.

Prestasi dapur pacu EJ-DE yang berkapasitas 989cc ini memang membanggakan. Mampu memproduksi tenaga puncak 57 PS/5.200rpm dengan torsi maksimum 9,2kgm yang dicapai pada 3.600 rpm. Kalau dibandingkan dengan mesin milik Suzuki Karimun, tentu saja jauh lebih unggul. Selain lebih bertenaga, juga jauh lebih hemat bahan bakar lantaran secara komparatif teknologi mesin ini jauh lebih canggih. Hanya saja, keandalan (durability) mesin generasi baru milik Xenia ini memang belum teruji di lapangan seperti mesin ST100 milik Karimun yang telah dipakai mulai tahun 1984 pada minibus Suzuki Carry. Itu sebabnya ADM lantas memberikan garansi sampai dengan 50.000 km atau dua tahun agar pengguna Xenia tidak was-was lagi.

Selain itu, mesin EJ-DE ini juga telah dirancang dengan perawatan minimal. Tidak lagi perlu penyetelan katup secara periodik karena telah menggunakan tappet yang penyetelannya menggunakan shims. Juga memiliki puncak torak cekung untuk menghindari tumbukan dengan katup seandainya timing belt putus sewaktu-waktu. Tidak seperti mesin milik Daihatsu Zebra model lama yang berisiko fatal mana kala sabuk penggerak mekanisme katupnya ini putus di tengah perjalanan. “Jangan risaukan mesin ini, toh kami memberikan jaminan hingga 50.000 km,” janji Dedi.

Tetapi, apakah rancang bangun mobil dengan Struktur bodi Global Outstanding Assessment ini lantas tidak memiliki kelemahan? Tidak ada mobil yang sempurna seratus persen. Misalnya saja ketika diajak berjalan pelan pada gigi 1. Mobil tidak dapat berjalan dengan lembut bahkan cenderung tersendat-sendat seperti orang sedang belajar mengendarai mobil. Ketika keluhan ini disampaikan ke bengkel perawatan Daihatsu, --tepatnya PT Astra International Tbk Daihatsu yang berada di kota Semarang, gejala ini dianggap sebagai karakter bawaan mobil. Betulkah begitu? Kasus ini rasanya perlu menjadi bahan kajian ADM agar produk yang telah mendapat sambutan hangat dari masyarakat ini lantas tidak surut di kemudian hari.

Suara mendesing yang terdengar nyaring di kabin ketika mobil berjalan pada kecepatan sedang posisi gigi 2 dan 3 juga cukup mengganggu kenyamanan penumpang minibus yang telah menggunakan per keong di keempat rodanya ini. Suara abnormal ini terdengar ketika mobil berjalan pada kecepatan 20-60 km/jam selagi pedal gas diinjak. Gejalanya hampir serupa dengan gangguan yang umumnya terjadi pada mobil berpenggerak roda belakang yang telah terganggu bagian gardannya. Lagi-lagi, gejala ini juga dianggap normal oleh bengkel ADM. Betulkah? Sementara mobil lain tidak ditemui keluhan semacam itu.

Limbung sewaktu diajak menikung kecepatan tinggi juga menjadi penyakit bawaan Xenia Li dan Mi, yang keduanya memang belum dilengkapi batang stabiliser seperti yang dimiliki tipe Xi dan lazimnya Toyota Avanza. Untuk mengatasi problem ini tentu sangat mudah, tinggal menambahkan batang stabiliser standar pabrik milik tipe Xi. Tipe Mi dan Li memang sengaja tidak dilengkapi batang stabiliser untuk suspensi bagian depannya agar ADM dapat menekan harga jualnya.

Tampaknya ADM memang harus segera mengambil kebijakan khusus. Terutama dalam menyikapi beberapa keluhan minibus yang telah menggunakan 72 persen komponen lokal sekaligus mampu mengangkat citra Daihatsu akhir-akhir ini. Kita tunggu saja aksinya.

Seno Setiawantoro



Comments

Popular posts from this blog

Tips : Bila Bola Lampu Depan Cepat Putus

Tips: Tehnik mengecat helm

It will work in the future